KEINDAHAN
Keindahan berasal dari kata Indah, Keindahan adalah sifat dari
sesuatu yang memberi kita rasa senang bila melihatnya. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, keindahan diartikan sebagai keadaan yang enak dipandang,
cantik, bagus benar atau elok. Keindahan dipelajari sebagai bagian dari
estetika, sosiologi, psikologi sosial, dan budaya. Sebuah “kecantikan yang
ideal” adalah sebuah entitas yang dikagumi, atau memiliki fitur yang dikaitkan
dengan keindahan dalam suatu budaya tertentu, untuk kesempurnaannya.
Herbet Read merumuskan bahwa keindahan adalah kesatuan dan
hubungan-hubungan bentuk yang terdapat diantara pencerapan-pencerapan indrawi
manusia.
Filsuf abad pertengahan Thomas Amuinos mengatakan bahwa
keindahan adalah sesuatu yang menyenangkan bilamana dilihat.
Thomas Aquinos (1225-1274) mengatakan bahwa keindahan adalah
sesuatu yang menyenangkan bila mana dilihat (Id qout visum placet).
Khalil Gibran mengungkapkan bahwa Keindahan adalah sesuatu yang
menarik jiwamu. Keindahan adalah cinta yang tidak memberi namun menerima.
Menurut Baumgarten adalah Keindahan adalah keselur uhan yang
merupakan susunan yang teratur dari bagian- bagian yang saling berhubungan satu
sama lain, atau dengan keseluruhan itu sendiri.
Menurut The Liang Gie dalam bukunya “ Garis Besar Estetik”
(Filsafat Keindahan), dalam bahasa Inggris Keindahan diterjemahkan dengan kata
“Beautiful”, bahasa Perancis “Beau” , Italia dan Spanyol “Bello” , kata-kata
itu ber asal dar i bahasa Latin “Bellum” , akar katanya adalah “Bonum” yang
berarti Kebaikan kemudian mempunyai bentuk pengecilan menjadi “Bonellum” dan
terakhir dipendekkan menjadi “bellum”.
Dapat membedakan antara keindahan sebagai suatu kualitas abstrak
dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah.
Keindahan dalam suatu kualitas yang abstrak adalah keindahan
yang tak dapat terlihat secara fisik dan bersifat tidak beraturan, tetapi nilai
dari keindahan itu dapat dirasakan,seperti contoh keindahan ketika merasakan
angin yang berhembus. Sedangkan keindahan sebagai sebuah benda tertentu yang indah
adalah kebalikan dari Keindahan dalam suatu kualitas yang abstrak, dimana
keindahan itu dapat dirasakan, dilihat maupun dapat dikenang selama kita
mengingatnya.
NILAI EKSTENTIK
Nilai
ekstentik merupakan sebuah nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang
tercakup dalam pengertian keindahan. Nilai adalah suatu realitas psikologis
yang harus dibedakan secara tegas dari kegunaan, karena terdapat dalam jiwa
manusia dan bukan terdapat pada benda. Dalam
bidang filsafat, istilah nilai sering kali di pakai sebagai suatu kata benda
abstrak yang berarti keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness).
Membedakan nilai ekstrinsik dan nilai intrinsik
Nilai instrinsik adalah nilai yang
terkandung dari benda atau sesuatu itu sendiri, yang bersifat baik dari benda
yang bersangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan benda
itu sendiri. Sedangkan nilai ekstrinsik adalah nilai yang berasal dari luar
benda atau sesuatu itu sendiri yang bersifat baik dari suatu benda sebagai alat
atau sarana untuk sesuatu hal lainnya (Instrumental/ Contributory value), yakni
nilai yang ber sifat sebagai alat atau membantu.
KONTEMPLASI DAN EKSTANSI
Keindahan
dapat di golongkan menurut selera seni maupun selera biasa. Keindahan yang di
dasarkan pada selera seni di dukung oleh faktor Kontemplasi dan Ekstansi.
Kontemplasi
adalah suatu proses bermeditasi, merenungkan atau berfikir penuh dan mendalam
untuk mencari nilai-nilai, makna, manfaat dan tujuan atau niat suatu hasil
penciptaan. Dalam kehidupan sehari-hari orang mungkin berkontemplasi dengan
dirinya sendiri atau mungkin juga dengan benda-benda ciptaan tuhan atau dengan
peristiwa kehidupan tertentu yang berkenaan dengan dirinya atau diluar dirinya.
Di kalangan umum kontemplasi di artikan sebagai aktivitas melihat dengan mata
atau dengan pikiran untuk mencari sesuatu dibalik yang tampak atau tersurat
misalnya, dalam ekspresi seseorang sedang berkontemplasi dengan bayang-bayang
dirinya di muka cermin.
Ekstansi
adalah dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan, dan menikmati
sesuatu yang indah. Apabila kontemplasi dan Ekstansi itu di hubungkan dengan
kreativitas, maka kontemplasi itu faktor pendorong untuk menciptakan keindahan,
sedangkan Ekstansi merupakan factor pendorong untuk merasakan, menikmati
keindahan. Karena derajat atau tingkat Kontemplasi dan Ekstansi itu
berbeda-beda antara setiap manusia, maka tanggapan terhadap keindahan karya seni
juga berbeda-beda.
RENUNGAN
Renungan
berasal dari kata renung; artinya diam-diam memikirkan sesuatu, atau memikirkan
sesuatu dengan dalam-dalam. Renungan adalah hasil merenung. Dalam merenung
untuk menciptakan seni ada beberapa teori. Teori-teori itu ialah :
•
TEORI PENGUNGKAPAN
Dalil
dari teori ini ialah bahwa “Art is an expression of human feeling” ( seni
adalah suatu pengungkapan dari perasaan manusia ). Teori ini terutama bertalian
dengan apa yang dialami oleh seorang seniman ketika menciptakan suatu karya
seni. Tokoh teori ekspresi yang paling terkenal ialah filsuf Italia Benedeto
Croce (1886-1952) dengan karyanya yang telah diterjemahkan kedalam bahasa
Inggris “aesthetic as Science of Expresion and General Linguistic”. Beliau
antara lain menyatakan bahwa “art is expression of impressions” (Seni adalah
pengungkapan dari kesan-kesan) Expression adalah sama dengan intuition. Dan
intuisi adalah pengetahuan intuitif yang diperoleh melalui penghayatan tentang
hal-hal individual yang menghasilkan gambaran angan-angan (images). Dengan
demikian pengungkapan itu berwujud sebagai gambaran angan-angan seperti
misalnya images wama, garis dan kata. Bagi seseorang pengungkapan berarti
menciptakan seni dalam dirinya tanpa perlu adanya kegiatan jasmaniah keluar. Pengalaman
estetis seseorang tidak lain adalah ekspresi dalam gambaran angan-angan.
Teori
semi yang bercorak metafisis merupakan salah satu teori yang tertua, yakni
berasal dari Plato yang karya-karya tulisannya untuk sebagian membahas estetik
filsafati, konsepsi keindahan dan teori seni. Mengenai sumber seni Plato
mengemukakan suatu teori peniruan (imitation theory). Ini sesuai dengan
rnetafisika Plato yang mendalilkan adanya dunia ide pada taraf yang tertinggi
sebagai realita Ilahi. Pada taraf yang lebih rendah terdapat realita duniawi
ini yang merupakan cerminan semu dan mirip realita ilahi itu. Dan karya seni
yang dibuat manusia hanyalah merupakan mimemis (timan) dari realita duniawi
Sebagai contoh Plato mengemukakan ide Ke-ranjangan yang abadi dan indah
sempurna ciptaan Tuhan. Kemudian dalam dunia ini tukang kayu membuat ranjang
dari kayu yang merupakan ide tertinggi ke-ranjangan-an itu. Dan akhirnya
seniman meniru ranjang kayu itu dengan menggambarkannya dalam sebuah lukisan.
Jadi karya seni adalah tiruan dari suatu tiruan lain sehingga bersifat jauh
dari kebenaran atau dapat menyesatkan. Karena itu seniman tidak mendapat tempat
sebagai warga dari negara Republik yang ideal menurut Plato.
•
TEORI PSIKOLOGIS
Teori-teori
metafisis dari para filsuf yang bergerak diatas taraf manusiawi dengan
konsepsi-konsepsi tentang ide tertinggi atau kehendak semesta umumnya tidak
memuaskan, karena terlampau abstrak dan spekulatif. Sebagian ahli estetik dalam
abad modem menelaah teori-teori seni dari sudut hubungan karya seni dan alam
pikiran penciptanya dengan mempergunakan metode-metode psikologis. Misalnya
berdasarkan psikoanalisa dikemukakan teori bahwa proses penciptaan seni adalah
pemenuhan keinginan-keinginan bawah sadar dari seseorang seniman. Sedang karya
seninya itu merupakan bentuk terselubung atau diperhalus yang diwujudkan keluar
dari keinginan-keinginan itu. Suatu teori lain tentang sumber seni ialah teori
permainan yang dikembangkan oleh Freedrick Schiller (1757-1805) dan Herbert
Spencer (1820-1903).
• TEORI KESERASIAN
• TEORI KESERASIAN
Keserasian
berasal dari kata serasi dan dari kata dasar rasi, artinya cocok, kena benar,
dan sesuai benar. Kata cocok, kena dan sesuai itu mengandung unsur perpaduan,
pertentangan, ukuran dan seimbang. Dalam pengertian perpaduan misalnya, orang
berpakaian hams dipadukan warnanya bagian atas dengan bagian bawah, atau
disesuaikan dengan kulitnya.
•
TEORI OBYEKTIF DAN TEORI SUBYEKTIF
The
Liang Gie dalam bukunya garis besar estetika menjelaskan, bahwa dalam mencipta
seni ada dua teori yakni teori obyektif dan teori subyektif. Salah satu
persoalan pokok dari teori keindahan adalah mengenai sifat dasar dari
keindahan. Apakah keindahan menampakan sesuatu yang ada pada benda indah atau
hanya terdapat dalam alarn pikiran orang yang mengamati benda tersebut. Dari
persoalan-persoalan tersebut lahirlah dua kelompok teori yang terkenal sebagai
teori obyektif dan teori subyektif.
Pendukung teori obyektif adalah Plato, Hegel dan
Bernard Bocanquat, sedang pendukung teori subyektif ialah Henry Home, Earlof
Shaffesbury, dan Edmund Burke. Teori obyektif berpendapat, bahwa keindahan atau
ciri-ciri yang mencipta nilai estetik adalah sifat (kualitas) yang memang telah
melekat pada bentuk indah yang bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya.
Pengamatan orang hanyalah mengungkapkan sifat-sifat indah yang sudah ada pada
sesuatu benda dan sama sekali tidak berpengaruh untuk menghubungkan. Yang
menjadi masalah ialah ciri-ciri khusus manakah yang membuat sesuatu benda
menjadi indah atau dianggap bernilai estetik, salah satu jawaban yang telah
diberikan selama berabad-abad ialah perimbangan antara bagian-bagian dalam
benda indah itu. Pendapat lain menyatakan, bahwa nilai estetik itu tercipta
dengan terpenuhinya asas-asas tertentu mengenai bentuk pada sesuatu benda.
Teori
subyektif, menyatakan bahwa ciri-ciri yang menciptakan keindahan suatu benda
itu tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam din seseorang yang mengamati
sesuatu benda. Adanya keindahan semata-mata tergantung pada pencerapan dari si
pengamat itu. Kalaupun dinyatakan bahwa sesuatu benda mempunyai nilai estetik,
maka hal itu diartikan bahwa seseorang pengamat memperoleh sesuatu pengalaman
estetik sebagai tanggapan terhadap benda indah itu. Yang tergolong teori
subyektif ialah yang memandang keindahan dalam suatu hubungan di antara suatu
benda dengan alam pikiran seseorang yang mengamatinya seperti misalnya yang
berupa menyukai atau menikmati benda itu.
•
TEORI PERIMBANGAN
Teori
obyektif memandang keindahan sebagai suatu kualitas dari benda-benda. Kualitas
bagaimana yang menyebabkan sesuatu benda disebut indah telah dijawab oleh
bangsa Yunani Kuno dengan teori perimbangan yang bertahan sejak abab 5 sebelum
Masehi sampai abab 17 di Eropa. Sebagai contoh bangunan arsitektur Yunani Kuno
yang berupa banyak tiang besar.
KESERASIAN
Keserasian berasal dari kata serasi dan dari
kata rasi, artinya cocok, kena benar, dan sesuai benar. Kata cocok, kena dan
sesuai itu mengandung unsur perpaduan,Keserasian berasal dari kata serasi dan
dari kata rasi, artinya cocok, kena benar, dan sesuai benar. Kata cocok, kena
dan sesuai itu mengandung unsur perpaduan, pertentangan, ukuran, dan
seimbang.Keserasian merupakan bagian atau yang dapat mewujudkan keindahan.
Keserasian mengandung unsur pengertian perpaduan , pertentangan, ukuran dan
seimbang.
Perpaduan misalnya : Lagu atau
nyanyian-nyanyian merupakan unsur pertentangan antara suara tinggi-rendah,
panjang-pendek, keras-halus yang terpadu begitu rupa sehingga telinga kita
dibuat asyik mendengarkan dan hati kita pun merasa puas, tetapi apabila dalam
keasyikan itu tiba-tiba terdengar suara yang sumbang kita pun tentunya akan
merasa kecewa dalam hal lagu irama yang indah merupakan pertentangan yang
serasi.
Teori estetika keindahan adalah Jean M. Filo
dalam bukunya “Current Concepts of Art” dikelompokkan dalam tiga kelompok
besar, yaitu :
1. Kelompok yang berpendapat bahwa keindahan itu
subjektif adanya.
Yakni karena manusianya menciptakan penilaian indah dan kurang indah dalam pikirannya sendiri. Barangkali pernah juga kita dengar pepatah “Des Gustibus Non Est Disputandum” selera keindahan tak bisa diperdebatkan.
Yakni karena manusianya menciptakan penilaian indah dan kurang indah dalam pikirannya sendiri. Barangkali pernah juga kita dengar pepatah “Des Gustibus Non Est Disputandum” selera keindahan tak bisa diperdebatkan.
2. Kelompok yang berpendapat bahwa keindahan
objektif adanya.
Yakni karena keindahan itu merupakan nilai yang intrinsik ada pada suatu objek, artinya seekor kupu-kupu memang lebih indah dari pada seekor lalat hijau.
Yakni karena keindahan itu merupakan nilai yang intrinsik ada pada suatu objek, artinya seekor kupu-kupu memang lebih indah dari pada seekor lalat hijau.
3. Kelompok yang berpendapat bahwa keindahan itu
merupakan pertemuan antara yang subjektif dan yang objektif.
Artinya kualitas keindahan itu baru ada apabila
terjadi pertemuan antara subjek manusia dan objek substansi. H. C Wyatt meneliti
alasan-alasan yang biasa diberikan orang apabila mereka mengatakan sesuatu itu
indah, dan ia menemukan bahwa banyak sekali orang menganggap sesuatu itu indah
karena menyebabkan ia bersosialisasi pada suatu yang pernah mengharukannya
dahulu, harapan-harapannya dan seterusnya. Ia menganggap alasan-alasan ini
sebagai alasan-alasan non estetik.
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar